Kendari – Subdirektorat (Subdit) V Tipid Siber Dit Reskrimsus Polda Sulawesi Tenggara mencatat tren kenaikan signifikan pada penanganan kejahatan siber dalam lima tahun terakhir. Berdasarkan data tahunan 2021 hingga Oktober 2025, jumlah kasus yang ditangani terus meningkat, dengan penipuan online dan pencemaran nama baik menjadi dominasi laporan masyarakat.
Pada tahun 2021, Subdit Siber menangani 265 kasus. Jumlah ini sedikit menurun menjadi 252 kasus pada 2022, namun melonjak menjadi 307 kasus pada 2023. Tren kenaikan kasus jauh lebih mencolok pada 2024 dengan total 550 kasus, dan terus bertambah menjadi 565 kasus hanya dalam periode Januari–Oktober 2025, menandakan ancaman kejahatan siber yang terus berkembang.
Kasus pencemaran nama baik tercatat stabil dalam empat tahun terakhir, yakni 143 kasus (2021), 126 kasus (2022), 173 kasus (2023), 175 kasus (2024), dan kembali naik menjadi 193 kasus hingga Oktober 2025. Sementara penipuan online menunjukkan peningkatan paling drastis. Pada 2021 terdapat 77 kasus, naik menjadi 122 kasus pada 2022, kemudian 144 kasus pada 2023, melonjak ke 259 kasus pada 2024, dan mencapai 280 kasus hanya dalam 10 bulan tahun 2025.
Untuk kasus ilegal akses juga menunjukkan kenaikan moderat, dari 17 kasus pada 2021 menjadi 27 kasus pada 2025. Sementara kasus pengancaman mengalami lonjakan tajam pada 2025 dengan 40 laporan, dibandingkan hanya 13–19 kasus pada tahun-tahun sebelumnya. Kasus PDP (perbuatan tidak menyenangkan) juga mengalami peningkatan, dari 1 kasus pada 2021 menjadi 10 kasus pada 2025.
Menanggapi tren tersebut, Kasubdit V Siber Polda Sultra AKBP Decky Hendra Wijaya, S.I.K., M.M melalui Kanit I Tipid Siber, Iptu Asfandy, S.H., M.H menjelaskan bahwa meningkatnya kasus menunjukkan dua hal: tingginya aktivitas masyarakat di ruang digital serta meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melapor.
“Setiap tahun pola kejahatan siber semakin berkembang. Penipuan online menjadi kasus paling dominan karena metode pelaku makin beragam dan menyasar semua kalangan. Kami mengimbau masyarakat lebih berhati-hati dalam bertransaksi di ruang digital,” ujarnya.
Iptu Asfandy juga menegaskan bahwa pihaknya terus melakukan patroli siber dan edukasi kepada masyarakat. Ia menyebut pencemaran nama baik dan penyebaran isu SARA masih menjadi perhatian serius karena berpotensi memicu konflik sosial. “Kami mendorong seluruh pengguna media sosial agar lebih bijak, tidak menyebarkan ujaran kebencian, dan memastikan informasi yang dibagikan benar adanya. Kami ingin ruang digital Sultra tetap aman dan kondusif,” tegasnya.
Dengan kasus yang terus meningkat setiap tahun, Subdit Siber Polda Sultra berkomitmen memperkuat upaya pencegahan dan penegakan hukum agar keamanan siber di Sulawesi Tenggara semakin terjaga.






