Wakil Ketua I DPRD Luwu Utara Saat Menghadiri Prosesi Ogoh-Ogoh, Bentuk Toleransi Terjalin Di Tengah Perbedaan Keyakinan.

Wakil Ketua I DPRD Luwu Utara Saat Menghadiri Prosesi Ogoh-Ogoh, Bentuk Toleransi Terjalin Di Tengah Perbedaan Keyakinan.

 

Luwu Utara SulSel // Tipikor RI. Menyambut Tahun Baru Saka Umat Hindu melakukan serangkaian kegiatan ritual penyucian diri, di malam itu suara gamelan menggema, berpadu dengan langkah-langkah tegap pemuda membawa Ogoh-ogoh, patung raksasa simbol keangkaramurkaan yang diarak mengelilingi Desa Cendana Putih, Kecamatan Mappedeceng, Luwu Utara, Jum’at (28/3/2025) malam.

Aroma dupa menyatu dengan udara malam, menciptakan suasana sakral dan penuh khidmat.

Di tengah keramaian itu, nampak Wakil Ketua DPRD Luwu Utara, Karemuddin dari Fraksi PAN, turut hadir dengan senyum ramah, menyapa warga yang berbaur dalam prosesi.

Kegiatan ini adalah bagian dari rangkaian ritual penyucian diri dalam menyambut Tahun Baru Saka 1947/2025 Masehi. Ritual yang dilaksanakan umat Hindu ini tak hanya menjadi momen spiritual tetapi juga sarat akan pesan persatuan dan kerukunan antar Umat beragama.

Sehari sebelum Nyepi, masyarakat Hindu melaksanakan upacara Bhuta Yadnya sebagai simbol penyingkiran buta kala, unsur negatif dalam kehidupan manusia.L

Menghalau Keangkaramurkaan dengan Ogoh-Ogoh, Ogoh-ogoh yang terbuat dari anyaman bambu dan kertas warna-warni menggambarkan wujud makhluk raksasa dengan wajah mengerikan. Setelah diarak keliling desa, Ogoh-ogoh itu dibakar hingga hangus.

Ketua PHDI Cendana Putih, Putu Darmawan, S.Sos., menjelaskan bahwa pembakaran Ogoh-ogoh merupakan simbol penetralan sifat-sifat negatif manusia sebelum memasuki Catur Brata Penyepian, yaitu: tidak menyalakan api, tidak melakukan hiburan, tidak bepergian, dan berpuasa selama 24 jam.

Pembakaran Ogoh-ogoh adalah bentuk introspeksi diri agar dalam Nyepi nanti, kita semua bisa benar-benar membersihkan hati dan pikiran,” jelasnya penuh makna.

Di tengah prosesi yang berjalan dengan aman dan tertib itu, Wakil Ketua DPRD Luwu Utara, Karemuddin, menyampaikan apresiasinya. Menurutnya, keberagaman harus senantiasa dirawat dengan rasa toleransi yang tinggi.

“Saya sangat menghargai semangat gotong royong dan kebersamaan dalam kegiatan ini. Meskipun berbeda keyakinan, tetapi kebersamaan seperti ini menjadi wujud nyata toleransi dan persaudaraan yang perlu terus dipertahankan,” ujar politisi yang dikenal ramah itu.

“Saya berharap semua warga, baik yang terlibat langsung maupun yang menyaksikan prosesi, tetap menjaga keamanan dan ketertiban bersama,” tambah Karemuddin dengan penuh harap.

Kepala Desa Cendana Putih, Putu Darmawan, S.Pd., juga menyampaikan terima kasih atas kehadiran Karemuddin yang menunjukkan sikap toleransi tinggi terhadap perbedaan keyakinan.

“Kami sangat menghargai dukungan dari Pak Karemuddin. Meskipun berbeda agama, beliau selalu hadir dalam kegiatan kami. Ini sangat berarti bagi kami sebagai wujud nyata persatuan,” ungkap Putu Darmawan.

Prosesi Ogoh-ogoh malam itu bukan hanya sebuah perhelatan budaya, tetapi juga cerminan kuatnya persaudaraan lintas keyakinan.

Umat Hindu se-Kecamatan Mappedeceng, beserta warga yang hadir, bersama-sama menanamkan pesan perdamaian dan kerukunan dalam setiap langkah arakan Ogoh-ogoh.

Nyala api yang melahap patung raksasa seolah membakar segala iri dan dengki, meninggalkan ketenangan untuk menyambut hari penyepian.

Begitulah, di bawah langit malam yang teduh, Desa Cendana Putih merajut harmoni dalam keberagaman.

Hari raya Nyepi bukan sekadar ritual tahunan, tetapi juga momentum penyucian hati dan pikiran. Di sinilah, persaudaraan lintas agama menemukan wajahnya—tulus dan penuh kedamaian.// LIM.