BARRU,TIPIKOR-RI—PT. MTP Garongkong di Barru, Sulawesi Selatan, tengah menjadi sorotan publik menyusul dugaan penahanan ijazah seorang mantan karyawannya.
Penahanan ijazah ini dikaitkan dengan pelanggaran kontrak kerja yang dilakukan karyawan tersebut, yang kini menjadi perdebatan antara pihak perusahaan dan mantan pekerja.
Kronologi Persoalan Ijazah
Mantan karyawan bernama Ariswandriadi, yang telah bekerja selama kurang lebih delapan tahun di PT. MTP, menjadi pusat masalah ini.
Menurut pihak perusahaan, Ariswandriadi melanggar perjanjian kontrak kerja dengan tidak masuk kerja selama lima hari berturut-turut tanpa kabar.
Padahal, sesuai kontrak, ia seharusnya bekerja selama 29 hari dalam sebulan, namun ia hanya masuk 25 hari.
”Andaikan sebelumnya beliau melaporkan dalam lima hari tidak akan masuk lagi, kami bisa ambil keputusan agar gajinya tidak dikasi penuh,” ungkap salah satu perwakilan manajemen MTP.
Pelanggaran ini, menurut perusahaan, menyebabkan gaji Ariswandriadi tidak bisa dibayarkan penuh sesuai ketentuan kontrak, yang mensyaratkan karyawan aktif bekerja.
Manajemen MTP berdalih bahwa penahanan ijazah adalah bagian dari prosedur yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja.
Direktur Keuangan MTP yang menandatangani dokumen ini menjelaskan bahwa setiap karyawan yang berhenti harus melalui prosedur tertentu, termasuk pemeriksaan tunggakan atau masalah lainnya.
Penahanan ini dianggap sebagai jaminan atas kerugian yang mungkin timbul akibat pelanggaran kontrak.
Namun, menurut pengakuan Ariswandriadi kepada keluarganya, ia sudah beberapa kali memohon agar ijazahnya dikembalikan.
Pihak perusahaan mengklaim sedang memproses pengembalian ijazah tersebut dan menunggu persetujuan dari kantor pusat.
“Info terakhir akan dikembalikan, insyaallah akhir bulan ini karena tinggal menunggu persetujuan pusat,” ujar salah satu pihak perusahaan, seraya menambahkan bahwa masalah ini hanya soal waktu.
Meskipun demikian, pihak manajemen juga berencana mengenakan penalti sebagai konsekuensi dari pelanggaran yang dilakukan Ariswandriadi.
Masalah Lain yang Disorot: Limbah dan CSR
Kedatangan wartawan ke lokasi PT. MTP tidak hanya untuk mempertanyakan masalah ijazah, tetapi juga dua isu penting lainnya: pengelolaan limbah dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Wartawan menyoroti minimnya publikasi kegiatan CSR yang dilakukan oleh perusahaan, sehingga masyarakat sekitar merasa tidak tersentuh manfaatnya. Menanggapi hal ini, penanggung jawab PT. MTP membantah tuduhan tersebut.
“Kami selalu lakukan itu dengan penebaran bibit lobster di laut di area pesisir pelabuhan Garongkong,” ucapnya.
Menurutnya, kegiatan ini dilakukan agar masyarakat sekitar dapat mengelola ekosistem laut dan merasakan manfaatnya secara langsung.
Selain itu, pengelolaan limbah di PT. MTP Garongkong juga menjadi pertanyaan. Pihak perusahaan diminta untuk memberikan penjelasan mengenai sistem pengelolaan limbah yang mereka terapkan, mengingat pentingnya menjaga kelestarian lingkungan di sekitar area pelabuhan.
Dampak dan Harapan
Kasus penahanan ijazah ini kembali memunculkan perdebatan tentang hak-hak karyawan dan kewajiban perusahaan.
Meskipun PT. MTP Garongkong mengklaim telah bertindak sesuai prosedur yang tercantum dalam kontrak, tindakan ini sering kali dianggap merugikan karyawan.
Pihak manajemen berharap masalah ini dapat segera diselesaikan, di mana ijazah Ariswandriadi dapat dikembalikan dan karyawan tersebut dapat menerima konsekuensi atas pelanggaran kontrak yang dilakukannya.
Sementara itu, masyarakat dan pihak terkait menantikan tindakan nyata dari PT. MTP terkait isu CSR dan pengelolaan limbah, agar keberadaan perusahaan benar-benar memberikan dampak positif bagi lingkungan dan komunitas sekitar.
Dengan total sekitar 60 tenaga kerja, PT. MTP memiliki peran penting dalam perekonomian lokal, sehingga transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk menjaga hubungan baik dengan semua pihak.






