Luwu Utara SulSel // Tipikor RI. Bupati Andi Abdullah Rahim, menghubungi Kepala Inspektorat Luwu Utara, Muhtar Jaya, Dalam sambungan Telpon berdering dengan nada urgensi, Di ujung sambungan, suara Bupati terdengar penuh kekesalan, memecah ketenangan pagi Kamis (11/12/2025).
Kalimat pertama yang meluncur dari orang nomor satu di Luwu Utara itu pendek, padat, dan menusuk: “Bagaimana kita bisa keluar dari zona itu?”
Kegeraman Bupati Andi Abdullah Rahim bukan tanpa alasan. Baru-baru ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2025 yang menempatkan Luwu Utara (Lutra) di posisi memalukan: zona merah.
Dengan nilai hanya 65,18, Lutra kini menjadi daerah dengan tingkat integritas terendah kedua di Sulawesi Selatan, hanya unggul tipis dari Pemerintah Provinsi.
“Bupati geram. Beliau terkejut mengapa nilai survei integritas merosot tajam,” ungkap Muhtar Jaya dikutip Tribun-Timur.com.
Hasil SPI-KPK memang menjadi sorotan tajam. Survei ini dirancang sebagai alat diagnostik untuk memetakan risiko korupsi dan mengukur tingkat kejujuran birokrasi.
Setahun sebelumnya, pada 2024, Luwu Utara masih berada di zona ‘kuning’ yang relatif aman dengan nilai 70,83.
Penurunan drastis lebih dari lima poin ke angka 65,18 ini bukan sekadar statistik, melainkan cermin anjloknya kepercayaan publik dan internal terhadap sistem pencegahan rasuah di daerah tersebut.
Bagi Bupati Andi Rahim, kemerosotan ini terasa seperti pengkhianatan terhadap upaya kerasnya. Ia merasa telah melakukan pengawalan ketat terhadap transparansi, khususnya dalam proses Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ).
Reaksi Bupati menunjukkan bahwa ia tidak akan menerima hasil ini dengan pasrah. Kegeraman tersebut bukan hanya emosi sesaat, melainkan dorongan untuk bertindak cepat dan tegas.
Muhtar Jaya menceritakan bagaimana Bupati telah menunjukkan ketegasan sebelumnya dalam mengawal birokrasi.
“Bahkan pernah sampai datangi dinas. Karena waktu rapat di Command Center, ada satu kepala dinas tidak hadir. Pak Bupati agendakan khusus dan langsung ke ruangannya,” kenangnya.
Tindakan itu mengindikasikan bahwa pengawasan yang dilakukan Bupati selama ini bersifat personal dan mendalam.
Namun, hasil SPI-KPK 2025 membuktikan bahwa upaya pengawasan tersebut belum cukup untuk menghilangkan “benalu” korupsi dari sistem.
Dalam waktu dekat, seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Luwu Utara akan dipanggil menghadap. Pertemuan ini dijadwalkan bukan sekadar rapat rutin, melainkan sesi interogasi untuk mencari akar permasalahan dan pertanggungjawaban.
Bupati bertekad bulat: Luwu Utara harus segera keluar dari zona merah. Hasil SPI-KPK ini menjadi peringatan keras bahwa reformasi birokrasi dan peningkatan integritas bukanlah pekerjaan paruh waktu, melainkan perjuangan tanpa henti.
Apakah gebrakan tegas Bupati Andi Abdullah Rahim akan mampu mendongkrak kembali nilai integritas Luwu Utara di mata KPK? Dan apa langkah konkret yang akan diambil SKPD untuk membersihkan nama daerah mereka. // LIM.






